Nikmatnya
Berkhalwat, Prioritaskan Allah
Oleh: Ida Nur Jannah
Apa yang menjadi prioritas dalam hidup Anda?
Apakah satu hal yang menjadi poros bagi hal-hal
lainnya dalam hidup anda?
إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ
ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ ١٤
“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan
yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah
shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14).
Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan firman
Allah
pada
surat
Al-A’la
ayat
14:
“Beruntunglah orang-orang
yang mensucikan hatinya”. Makna
beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang
yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis
lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki
kaitan di mana ayat yang satu berfungsi sebagai
penjelas bagi yang lain. Pada
surah Thaha Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada
manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah
berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat
ini Allah memuji orang-orang yang mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang
yang mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan
Allah
sebagai
orang-orang
yang
beruntung.
Dari
uraian
singkat
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya mengindikasikan
bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu mensucikan hatinya
agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman:
“Tiada Tuhan selain Aku”. Bila kita analisis firman Allah di atas, maka
dapat kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di dalamnya adalah perintah
untuk mengingat-Nya, sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”,bermakna tidak
ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Dan
mengingat Tuhannya”. Dari uraian
singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang kedua bagi manusia
adalah mengingat Tuhannya.
Khalwat bukanlah kegiatan biasa, ini adalah kegiatan yang sarat
makna, sebuah proses untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Khalwat juga
disebut uzlah atau mengasingkan diri dari keramaian untuk membersihkan hati
sehingga dengan sempurna menerima petunjuk dari Allah SWT. Untuk bisa
melaksanakan khalwat syarat utama adalah harus dengan bimbingan seorang Guru
yang Ahli sehigga tidak tersesat di belantara alam tanpa batas.
Sesungguhnya ibadah tidaklah lestari bila masih berkumpul dengan
orang banyak, kemesraan akan didapat dalam kesendirian dan hanya berdua-duaan
dengan kekasih tanpa adanya yang lain, oleh karenanya, tidak ada seorang wali
atau nabi pun yang tidak mengalami kesendirian baik sebelum ataupun sesudahnya.
Imam
Abul Qosim Al Junaid Al Bagdad (semoga Allah meridhoinya) berkata :
"Barang siapa mengingingkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tentram,
lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak. Sesungguhnya zaman yang penuh
ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memilih kesendiriannya". khalwat
diharapkan dapat membentuk manusia-manusia yang taat dan tunduk kepada Allah,
yaitu mereka mampu bersabar ketika Allah uji, ikhlas dalam penyembahannya
kepada Allah, bersyukur ketika diberi nikmat dan ridho atas segala ketentuan
serta keputusan-keputusan Allah.
Ada kalanya
kita mengalami kendala ketika sedang fokus terhadap sesuatu, dan di saat-saat
seperti itu dibutuhkan kemampuan kita untuk menetapkan sebuah prioritas, dimana
kita harus memilih dan memutuskan sesuatu, dan disaat yang sama harus
mengorbankan sesuatu pula. Kadang kita terlalu fokus untuk memaksimalkan
sesuatu, tanpa sadar prioritas kita terlantarkan, There are times when you
have to choose, so try to choose wisely." Bagi saya itu merupakan sebuah
pelajaran berharga, karena memang ada kalanya kita berhadapan dengan kondisi
yang sama, dan harus menetapkan sebuah prioritas utama dengan mengorbankan
hal-hal lainnya.
So many
things to do, so little time. Tidakkah kita sering merasa demikian? Begitu
sibuknya sehingga kita berharap bisa memiliki waktu lebih dari 24 jam sehari.
Kita harus belajar, bekerja, ada banyak jadwal rapat, di sisi lain kita harus
memperhatikan keluarga, dan tentu saja meluangkan waktu bersama Allah. Dan
situasi seperti ini akan membuat masing-masing orang menetapkan skala prioritasnya, yang biasanya
berbeda antara satu dengan lainnya. Ada yang memprioritaskan pekerjaan dan
mengorbankan hal lain, ada yang memprioritaskan hobi dan kesenangan, ada yang
lebih memilih untuk tidur dan bermalas-malasan dan sebagainya. Ironisnya, bagi
banyak orang semua itu mendapat prioritas lebih tinggi dibanding waktu bersama
Allah. Waktu untuk beribadah kepada Allah dengan mudah dikorbankan demi
bekerja, atau bahkan dengan alasan yang sangat sederhana seperti kondisi kurang
enak badan, cuaca dingin dan sebagainya. Padahal Allah tidak mengajarkan
seperti itu.
Apa yang
menempati posisi teratas dalam prioritas kita saat ini? Apakah Allah, atau
hal-hal lain seperti kedudukan, kesenangan, hobi, karir dan sebagainya? Apa
yang paling menyita waktu, tenaga dan pikiran kita hari ini, itulah yang
sebenarnya menempati prioritas utama kita. Sudahkah kita menempatkan Allah pada
posisi pertama, atau kita malah mengorbankan waktu untuk Allah demi segala
pekerjaan dan lain-lain? Mari kita mengatur ulang skala prioritas kita dan
menempatkan Allah pada posisi yang benar. Pastikan bahwa mencari Allah dan
kebenarannya sudah menjadi fokus utama dalam hidup kita.
Ketika
menyendiri bersama Allah, kita tidak perlu menjadi seorang pujangga dengan kalimat-kalimat yang
indah dan hujjah-hujjah yang tak terbantahkan ketika kita meminta suatu hal,
kita tidak akan ditimpa kesalahan-kesalahan meskipun air mata kita tumpah dan
perkataan kita meragukan, kita bisa saja mengakui kesalahan tanpa merasa takut akan lelahnya
pengakuan, ketika menyendiri bersama Allah manakala kita akhiri kesendirian
kita bersama Allah yang sebentar itu, maka keinginan kita terletak diantara
kedua tangan-Nya dan senantiasa terus berjalan. Allah memelihara kita sesuai
kondisi dan kecenderungan kita, sedang kita tidak merasakan. Mari kita kembali
kepada orang-orang yang senang menyendiri dengan Rabbnya.
0 komentar:
Posting Komentar